Produktivitas Pendidikan dan Kerja bagi Pemuda Indonesia
Pendidikan dan bekerja dianggap sebagai kegiatan yang produktif karena keduanya memberikan nilai tambah ekonomi. Pemuda yang bekerja dapat memperoleh pendapatan, sementara mereka yang menempuh pendidikan diharapkan akan mendapatkan penghasilan lebih tinggi di masa depan. Hal ini sejalan dengan teori Human Capital, yang menyatakan bahwa peningkatan pendidikan dapat meningkatkan penghasilan seseorang.
Sebaliknya, pemuda yang tidak bersekolah dan tidak bekerja dianggap tidak produktif karena potensinya tidak diberdayakan. Kondisi ini dipantau melalui salah satu indikator Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu persentase usia muda (15-24 tahun) yang sedang tidak sekolah, tidak bekerja, dan tidak mengikuti pelatihan (Not in Education, Employment, or Training - NEET).
Kondisi NEET di Indonesia
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023, terdapat sekitar 9, 9 juta penduduk usia muda (15-24 tahun) yang termasuk dalam kategori NEET di Indonesia. Ini berarti sekitar 22, 25?ri total penduduk usia 15-24 tahun secara nasional berada dalam kelompok ini. Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 dan 2012 dan sekarang berusia 12-27 tahun, mendominasi kelompok NEET ini.
Alasan-alasan yang membuat anak muda masuk ke dalam kategori NEET antara lain putus asa, disabilitas, kurangnya akses transportasi dan pendidikan, keterbatasan finansial, dan kewajiban rumah tangga. Misalnya, pada tahun 2023, sekitar 5, 73 juta perempuan muda tergolong NEET, dengan proporsi 26, 54?ri total penduduk perempuan usia 15-24 tahun. Banyaknya perempuan muda dalam kelompok ini sering kali terkait dengan keterlibatan mereka dalam kegiatan domestik seperti memasak dan membersihkan rumah, yang menghalangi mereka untuk melanjutkan sekolah atau memperoleh keterampilan kerja.
NEET di Perdesaan dan Perkotaan
Penduduk usia muda yang termasuk NEET lebih banyak berada di perdesaan dengan proporsi 24, 79%, sedangkan di perkotaan 20, 40%. Pemuda yang sedang menganggur, termasuk yang mencari pekerjaan, juga merupakan bagian dari kelompok NEET. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pemuda, yang digunakan untuk mengukur besarnya angkatan kerja pemuda yang menganggur, tercatat sekitar 13, 41% pada tahun 2023.
Baca juga:
Sejarah Nagari Di Minangkabau
|
Daya Saing dan Penghasilan Gen Z
Meskipun Gen Z mendominasi demografi penduduk Indonesia dengan total proporsi mencapai 28% pada tahun 2020, daya saing mereka di pasar kerja masih rendah. Indonesia Gen Z Report 2024 mengungkapkan bahwa rata-rata pendapatan Gen Z di Indonesia kurang dari Rp2, 5 juta per bulan, yang menunjukkan kemampuan beli yang lebih rendah dibandingkan generasi milenial. Sebanyak 26% responden memiliki pendapatan antara Rp2, 5 juta hingga Rp5 juta per bulan, sementara hanya sedikit yang berpenghasilan di atas Rp5 juta per bulan.
Prioritas Keuangan Gen Z
Pengeluaran rata-rata penduduk Indonesia pada tahun 2022 adalah Rp1, 39 juta per bulan, dengan sebagian besar digunakan untuk membeli makanan siap makan. Hal ini mengakibatkan kurang dari 10% gaji digunakan untuk masalah kesehatan, dan 23% responden mengatakan tidak pernah mengalokasikan gajinya untuk kesehatan. Prioritas utama Gen Z dalam mencari uang dan menabung adalah untuk membeli rumah, berinvestasi, membuka usaha sendiri, dan pendidikan. Menariknya, survei tersebut menunjukkan bahwa Gen Z tidak seboros yang sering digambarkan.
Dengan memahami kondisi ini, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan akses pendidikan, menciptakan lebih banyak lapangan kerja, dan menyediakan pelatihan keterampilan yang relevan untuk memberdayakan generasi muda Indonesia.